Sabtu, 04 Februari 2012

SERTIFIKASI GURU

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pasca disahkannya UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, profesi guru dan dosen kembali menjadi bahan pertimbangan oleh banyak pihak khususnya bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Mengapa tidak kehadiran undang- undang tersebut manambah wacana baru akan dimantapkannya hak- hak dan kewajiban bagi guru dan dosen. Diantara hak yang paling ditunggu selama ini adalah adanya upaya perbaikan kesejahteraan bagi guru dan dosen, salah satu upaya yang sementara dilaksanakan saat ini dalam rangka implementasi UUGD adalah pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan sebagaimana telah diatur dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 18 Tahun 2007. Banyak kalangan yang pesimis dengan adanya sertifikasi guru dan dosen ini, khususnya bagi mereka yang sampai saat ini belum memiliki kualifikasi akademik ( S1 atau Diploma empat (D4)) namun tak sedikit yang merasa gembira dan berbahagia terutama bagi mereka yang sudah dinyatakan lulus karena sudah barang tentu setelah dinyatakan lulus, sudah ada jaminan bagi mereka bahwa pemerintah segera akan membayar tunjangan profesi tersebut, sebuah harapan sekaligus tantangan menuju guru profesional. Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan, antara lain menata sarana dan prasarana, mengutak atik kurikulum, meningkatkan kualitas guru melalui peningkatan kualifikasi pendidikan guru, memberikan berbagai diklat atau pelatihan sampai pada meningkatkan tunjangan profesi guru dalam arti meningkatkan kesejahteraan guru. ( Contoh Kasus DKI Jakarta mulai tahun 2006 setiap guru menerima tunjangan kesejahteraan sebesar dua juta rupiah perbulan selain gaji dan tunjangan lainnya: Suara Karya, 13 Desember 2005). Fenomena ini menunjukkan bahwa dari sisi kesejahteraan sudah ada upaya konkrit yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi hak guru, apalagi saat ini sertifikasi guru sudah mulai dilaksanakan dalam rangka pemberian tunjangan profesi sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Guru dan Dosen, persoalannya adalah apakah dengan pemberian tunjangan profesi akan melahirkan guru profesional ? jawabannya terpulang kepada setiap pribadi guru.
Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang maka dapat disimpulkan beberapa Rumusan Masalah sebagai berikut :
  • Apa yang menjadi tolak ukur pemerintah kepada pendidik  ?
  • Bagimana pelaksanaan sertifikasi guru di Indonesia ?


BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA
HAKEKAT SERTIFIKASI GURU
Sertifikasi guru adalah sebuah upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteran guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik.
Perlunya ada sertifikat pendidik bagi guru dan dosen, bukan saja untuk memenuhi persyaratan sebuah profesi yang menuntut adanya kualifikasi minimum dan sertifikasi, juga dimaksudkan agar guru dan dosen dapat diberi tunjangan profesi oleh Negara. Tunjangan profesi itu diperlukan sebagai syarat mutlak sebuah profesi agar penyandang profesi dapat hidup layakdan memadai, apalagi hingga saat ini guru dan dosen masih tergolong kelompok yang berpengahasilan rendah yang harus dibantu meningkatkan kesejahteraan melalui undang- undang. ( Prof. Anwar Arifin dalam dialog UUGD di UNM Tgl 01 April 2006 ).
Berdasarkan kepentingan tersebut, maka dalam Undang- Undang Guru dan Dosen dengan tegas dirumuskan pada pasal 16, bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi guru yang diangkat oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memiliki sertifikat pendidik yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok yang diangkat oleh pemerintah pada tingkatan masa kerja dan kualifikasi yang sama. Tunjangan profesi ini dialokasikan dalam APBN dan APBD. Subtansi yang sama bagi dosen diatur dalam pasal 53 UUGD. Dengan demikian maka diskriminasi antara guru dan dosen yang berstatus PNS dan non PNS tidak akan terjadi lagi.
Sertifikasi pendidik bagi guru diatur dalam pasal 11 ayat (2) dan (3) Undang- undang Guru dan Dosen yang menyebutkan bahwa sertifikat pendidik diselenggarakan olehg perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga pendidikan yang telah terakreditasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan dilaksanakan secara transparan, objektif dan akuntabel. Setiap orang yang memiliki sertifikat pendidik itu memiliki kesempatan yang Sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu (pasal 12 UUGD).
Agar sertifikat pendidik dapat diperoleh oleh guru yang berstatus PNS dan Non PNS tanpa banyak hambatan, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran, termasuk untuk meningkatkan kualifikasi akademik ( pasal 13 ayat 1 UUGD ). Selain tunjangan profesi, bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik, dan yang belum tersertifikasi akan disediakan oleh Negara tunjangan fungsional atau tunjangan sejenis kepada guru, baik yang berstatus PNS maupun Non PNS. Tunjangan yang dimaksud ini dialokasikan Dalam APBN dan atau APBD, sehingga tidak ada keraguan bahwa tunjangan ini tidak akan dilaksanakan oleh pemerintah ( pasal 17 UUGD ).
Undang- Undang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa pendidik dan pekerja profesional yang berhak mendapatkan hak- hak sekaligus kewajiban profesional. Dengan demikian pendidik diharapkan mengabdi secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut.
Didalam UUGD ditentukan bahwa :
  • Seorang pendidik wajib memiliki kuyalifikasi akademik, kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 8).
  • Kualifikasi akademik diperoleh melalui perguruan tinggi program sarjana ( S1 ) atau program diploma empat ( D-IV ) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru ( pasal 9 ) dan S-2 untuk dosen ( Pasal 46 ).
  • Kompetensi profesi pendidik memiliki kompetensi pedagogig, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi ( Pasal 19 ).
Keempat kompetensi tersebut dapat diurai seperti berikut ini :
-         Pertama, Kompetensi Pedagogig, adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik, dan untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
-         Kedua, Kompetensi Kepribadian, adalah kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, emosi terkendali.
-         Ketiga, Kompetensi Sosial, adalah kemampuan pendidik berkomunikasi dan berintegrasi secara efektif dengan peserrta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat secara umum.
-         Keempat, Kompetensi Profesional adalah kemampuan pendidik dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan komprehensip yang memungkinkan membimbing peserta didik untuk memperoleh penguasaan kompetensi yang ditetapkan.
Untuk dapat menetapkan bahwa seorang pendidik memenuhi standar profesional maka pendidik yang bersangkutan harus mengikuti uji sertifikasi. Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi, satu, sebagai bagian dari pendidikan profesi bagi mereka yang masih calon pendidik ( sertifikasi guru prajabatan ) dua, berdiri sendiri bagi mereka yang saat diundangkannya UUGD sudah berstatus pendidik ( sertifikasi guru dalam jabatan) sertifikasi pendidik atau guru dalam jabatan akan dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio.
PORTOFOLIO SERTIFIKASI GURU DALAM  JABATAN
Portofolio adalah bukti fisik ( dokumentasi ) yang menggambarkan pengalaman berkarya, kreasi dan prestasi yang dicapai oleh seorang guru dalam menjalankan tugas profesi dalam interval waktu tertentu. Fungsi portofolio dalaj sertifikasi guru dalam jabatan adalah untuk menilai kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran. Portofolio juga berfungsi sebagai: (1) Wahana guru untuk menampilkan dan atau membuktikan unjuk kerjanya yang meliputi produktivitas, kualitas dan relevansi melalui karya- karya utama dan pendukung, (2) Informasi ( buta ) dalam memberikan pertimbangan tingkat kelayakan kompetensi seorang guru bila dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, (3) Dasar menentukan kelulusan seorang guru yang mengikuti uji sertifikasi (layak mendapatkan sertifikat pendidik atau belum), dan  (4) Dasar memberikan rekomendasi bagi peserta yang belum lulus untuk menentukan kegiatan lanjutan sebagai representasi kegiatan pembinaan dann pemberdayaan guru.
Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan, maka ada sepuluh komponen portofolio yang dijadikan sebagai pedoman dalam meniali aktivitas seorang guru sebagai berikut:
  • kualifikasi akademik
  • pendidikan dan pelatihan
  • pengalaman mengajar
  • perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
  • penilaian dari atasan dan pengawas
  • prestasi akademik
  • karya pengembangan profesi
  • keikutsertaan dalam profesi ilmiah
  • pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan
  • penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Kualifikasi akademik, yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai sampai dengan guru yang bersangkutan mengikuti sertifikasi, baik pendidikan bergelar (S1, S2, dan S3) maupun pendidikan nongelar (D4 atau Post Graduate diploma ) baik dalam maupun luar negeri. Bukti fisik yang terkait dalam komponen ini dapat berupa ijasah atau sertifikat diploma.
Pendidikan dan pelatihan, yaitu pengalaman dalam mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan atau peningkatan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik kompetensi ini dapat berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan dari lembaga penyelenggara diklat.
Pengalaman mengajar, Yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang ( dapat dari pemerintah, dan atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang.
Perencanaan pembelajaran, yaitu persiapan pengelolah pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kelas pada setiap tatap muka. Perencanaan pembelajaran paling tidak memuat perumusan tujuan/kompetensi, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan sumber dan media pembelajaran, skenario pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Bukti fisik dari komponen ini berupa dokumen perencanaan pembelajaran ( RP / RPP / SP ) yang diketahui / disahkan oleh atasan.
Pelaksanaan pembelajaran, yaitu kegiatan guru dalam mengelola pembelajaran dikelas. Kegiatan ini mencakup kegiatan pra pembelajaran ( pengecekan kesiapan kelas dan aperseri ), kegiatan inti ( penguasaan materi, strategi pembelajaran, pemanfaatan media/sumber belajar, evaluasi, penguasaan bahasa ) dan penutu ( refleksi, rangkuman dan tindak lanjut ). Bukti fisik yang dilampirkan berupa dokumen hsil penilaian kepala sekolah dan atau pengawas tentang pelaksanaan pembelajaran ynag dikelola oleh guru.
Penilaian Dari Atasan dan Pengawas, yaitu penilaian atasan terhadap kompetensi kepribadian dan sosial yang meliputi aspek- aspek ketaatan menjalankan ajaran agama, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, keteladanan, etos kerja, inovasi dan kreatifitas, kemampuan menerima kritik dan saran, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerjasama.
Prestasi Akademik, yaitu prestasi yang dicapai guru utamanya yang terkait dengan bidang keahlian yang mendapat pengakuan dari lembaga/ paniti penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Komponen ini meliputi lomba dan karya akademik ( juara lomba atau penemuan karya monumental di bidang pendidikan atau non pendidikan ). Bukti fisik yang dilampirkan berupa surat penghargaan, surat keterangan, atau sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga/panitia penyelenggara.
Karya Pengembangan Profesi, yaitu suatu karya yang menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. Komponen ini meliputi buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, artikel yang dimuat dalam media jurnal/ majalah/ surat kabar, menjadi reviwer buku, penulis soal ebtanas/ UN, modul/buku cetak lokal ( kabupaten atau kota) yang minimal mencakup materi pembelajaran satu semester, media/ alat pembelajaran, laporan penelitian dan karya seni. Bukti fisik yang dilampirkan berupa surat keterangan dari pejabat yang berwenang.
Keikut Sertaan Dalam Forum Ilmiah, yaitu partisipasi dalam kegiatan ilmiah yang relevan dengan bidang tugasnya pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, internasional baik sebagai pemakalah maupun sebagai peserta, bukti fisik yang dilampirkan dalam komponen ini berupa makalah dan sertifikat/ piagam bagi nara sumber dan sertifikat/ piagam bagi peserta.
Pengalaman Organisasi Di Bidang Pendidikan Dan Sosial, yaitu pengalaman guru menjadi pengurus dan bukan hanya sebagai anggota di suatu organisasi pendidikan dan sosial. Pengurus organisasi dibidang pendidikan antara lain pengawas, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua jurusan, kepala LAB, kepala bengkel ketua studio, ketua asosiasi guru bidang studi asosiasi profesi dan Pembina kegiatan ekstra kurikuler ( pramuka, KIR, PMR, Mading, dll ). Sedangkan pengurus dibidang social antara lain ketua RW/RT, ketua LMD, dan Pembina kegiatan keagamaan. Bukti fisik yang dilampirkan adalah surat keputusan atau surat keterangan dari pihak yang berwenang.
Penghargaan Yang Relevan Dengan Bidang Pendidikan, yaitu penghargaan yang diperoleh karena guru menunjukkan dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas danmemenuhi criteria kuantitatif ( lama waktu, hasil, lokasi/geografi ), kualitatif (komitmen, etos kerja ) dan relevansi ( dalam bidang/ rumpun bidang )baik pada tingkat kepribadian/ kota, provinsi, nasional maupun internasional. Bukti fisik yang dilampirkan berupa foto kopi sertifikat, piagam atau surat keterangan.
Sepuluh komponen portofolio sertiikat guru dalam jabatan sebagaimana dijelaskan diatas, harus menjadi acuan bagi guru dalam menyusun portofolionya dan sudah dapat dihitung sendiri berapa besar nilai yang diperoleh berdasarkan bukti fisik yang kita miliki dengan mengacu pada rubrik penilaian yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi dan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2007, dengan demikian bagi guru yang belum mencapai standar minimal angka yang disyaratkan untuk lulus yaitu 850 ( 57 % dari perkiraan skor maksimum ) seharusnya berupaya untuk melakukan aktifitas yang dapat memperoleh nilai seperti yang disyaratken dengan memperhatikan komponen mana yang kurang dan komponen mana yang belum ada nilai sama sekali.
Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan mendapat sertifikasi pendidik, sedangkan guru yang tidak lulus dapat (1) melakukan kegiatan untuk melengkapi portofolio agar mencapai nilai lulus, atau (2) mengikuti pendidikan Dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan evaluasi/ penilaian sesuai persyaratan yang telah ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi. Guru yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat pendidik.
MENUJU GURU PROFESSIONAL
Sesungguhnya paradigma baru pendidikan nasional, telah menempatkan pendidik sebagai tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Dalam ketentuan umum UUGD ( pasal 1) pengertian professional diberi rumusan: “Profesional adalah kegiatan atau yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi”.
Selanjutnya pasal 7 ayat 1 UUGD ditetapkan dengan jelas sembilan prinsip professional yaitu guru dan dosen: (a) memiliki bakat, minat dan panggilan jiwa dan idealisme, (b) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia, (c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan social dengan bidang tugas,  (d) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (e) memiliki tanggung jawaba atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, (f) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (g) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan bvelajar sepanjang hayat, (h) memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya dan khusus bagi guru harus, (i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal- hal berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen dilaksanakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan , tidak diskriminatif dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, kemajemukan bangsa dan kode etik organisasi profesi ( pasal 7 ayat 2 UUGD ).
Selain itu dalam pasal 1 ayat 1 butir 1 UUGD ditetapkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah termasuk pendidikan usia dini. Kedudukan guru sebagai tenaga professional diatur lebih rinci pada pasal 2 ayat 1 UUGD disebutkan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik. ( pasal 2 ayat 2 UUGD).
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan ( pasal 4 UUGD ) selanjutnya kedudukan guru sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan system pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab ( pasal 6 UUGD ).
Patut disadari bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional dimaksudkan agar guru mempunyai kompetensi ilmu, teknis dan moral dalam menjalankan tugasnya secara bertanggung jawab dengan jaminan kesejahteraan yang memadai untuk memenuhi hak warga Negara memperoleh pendidikan yang bermutu (pasal 5 UU Sisdiknas ) bahkan lebih jauh dari itu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan mecapai tujuan pendidikan nasional ( Prof. Anwar Arifin, eksistensi dan implementasi UUGD ).
Perlu ditegaskan bahwa sertifikat merupakan sarana atau instrumen meningkatkan kualitas kompetensi gurusupaya menjadi guru yang profesional, untuk sertifikasi guru bukan tujuan melainkan sarana untuk mencapai tujuan yaitu menciptakan guru yang berkualitas, oleh karena itu perlu diwaspadai adanya kecenderungan sebagai orang yang melihat bahwa sertifikasi guru adalah tujuan, sebab kalau ini yang terjadi maka kualitas guru yang diharapkan tidak akan tercapai (Fasli Jala, Sertifikasi Guru Mewujudkan Pendidikan Yang Bermutu ).





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas bahwa keberadaan guru yang berkualitas merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, hampir semua bangsa didunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Beberapa Negara seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang dan USA berupaya meningkatkan kualitas guru dengan mengembangkan kebijakan yang langsung mempengaruhi mutu guru dengan melaksanakan sertifikasi guru. Guru yang sudah ada harus mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikasi profesi guru.
Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) telah ditetapkan dan sudah menjadi suatu kebijakan untuk mewujudkan guru yang profesional dan menetapkan kualifikasi dan sertifikasi sebagai bagian penting dalam menentukan kualitas dan kepentingan guru. Upaya sungguh- sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional, sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktek pendidikan yang berkualitas sebagai prasyarat untuk mewujudkan kemakmuruan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Saran – Saran
  • Ditangan masyarakat, keberadaan seorang guru dianggap dan dipandang sebagai orang yang memiliki kemampuan (Pendidikan) yang tinggi.
  • Kejahatan timbul karena adanya niat dan kesempatan, demikian halnya dengan kenakalan anak. Identifikasi dan carilah solusinya sesegera mungkin untuk menutupi celah-celah yang dapat dimanfaatkan anak untuk melaksanakan niat buruknya.
  • Hendaknya seorang guru harus betul-betul komitmen dalam menjalankan tugasnya, karena berhasil tidaknya pendidikan tergantung pada potensi seorang guru.



DAFTAR PUSTAKA
Eksistensi dan Implementasi UUGD, Prof. Anwar Arifin, 2006
Permendiknas RI no 18 tahun 2007, tentang sertifikasi guru dalam jabatan
Panduan Penyusunan Portofolio Sertifikasi Guru dalam Jabatan, Dirjen Dikti, 2007
Sertifikasi Guru Untuk Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu, Fasli Jalal, 2007
Undang- Undang no 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.






BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Di era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang sangat ketat, menuntut semua pihak dalam berbagai bidang dan sector pembangunan senantiasa meningkatkan kompetensinya, tak terkecuali seorang pendidik. Peningkatan kualitas pendidik baik secara kuantitatif maupun kualitatif harus dilakukan secara terus menerus, sehingga pendidikan dapat menjadi wahana pembangun watak bangsa. Oleh karena itu pendidik sebagai main person harus ditingkatkan kompetensinya dan diadakan sertifikasi sesuai dengan pekerjaan yang diembannya.
Akan tetapi, kenyataan yang terjadi pada pendidikan di Indonesia belum menampakkan perubahan signifikan. Hal tersebut berkaitan erat dengan kompetensi guru yang telah disertifikasi, pada kenyataannya belum menampakkan tugas keprofesionalitasannya. Sehingga kalangan program sertifikasi dipandang sebagai cara untuk mensejahterakan guru yang telah menjadi hajat kehidupannya selama ini.
B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana hakikat kompetensi guru dan standar kompetensi guru?
2.    Bagaimana hakikat sertifikasi Guru?
3.    Bagaimana kompetensi guru pasca sertifikasi di Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hakikat Kompetensi Guru Dan standar Kompetensi guru
Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa: “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.” Dari uraian ini nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. kompetensi guru menunjuk pada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.[1] Dikatakan rasional karena memiliki arah dan tujuan yang jelas, dan performance merupakan perilaku nyata.
Kompetensi merupakan komponen utama dari standar professional. Kompetensi diartikan sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan infestivigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.[2] Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial danspiritual secara kaffah membentuk kopetensi standar profesi guru, yang mencangkup penguasaan materi, pemahaman peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme. Adapun kompetensi yang harus dimiliki seorang guru adalah sebagaimana dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) (dalam E.Mulyasa:2007) berikut:
1.      Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelol pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai  potensi yang dimilikinya.
2.      Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantab, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan peserta didik, dan berakhlak mulia.
3.      Kompetensi professional
Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar Nasional Pendidikan.
4.      Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi guru diperlukan untuk menjalankan fungsi profesi serta mengembangkan dan mendemonstrasikan perilaku pendidikan. Untuk itu calon guru perlu dibekali dengan perangkat kompetensi yang dipersiapkan dengan sebaik-baiknya  dalam rangka untuk meningkatkan profesionalisme secara nasional yang menuntut standar kompetensi agar profesi tersebut berfungsi baik.
Dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas, 2003, Pasal 35 ayat 1) mengemukakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Dari sini Nampak jelas bahwa guru sebagai pengelola pembelajaran dituntut untuk memiliki standar kompetensi dan professional.
Standar kompetensi dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu spesifikasi teknis kompetensi yang dibakukan (BSN, 2001) yang disusun berdasarkan konsesus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan keselamatan, keamanan, kesehatan, iptek, perkembangan masa kini dan masa mendatang untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Standar kompetensi adalah proses pencapaian tingkat minimal kompetensi standar yang dipersyaratkan oleh suatu profesi. Standar kompetensi dalam program serifikasi guru lebih menekankan pada pemberian kompetensi yang dipersyaratkan untuk bekerja secara efektif ditempat tugas, yakni pendidikan. selain itu kompetnsi juga digunakan sebagai indicator dalam mengukur kualifikasi dan profesionalitas guru pada suatu jenjang dan jenis pendidikan (Depdiknas, 2004).
B.       Hakikat Sertifikasi Guru
Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian setifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Berdasarkan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa sertifikasi guru adalah suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu setelah lulus uji coba kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.[3]
Sertifikasi guru dimaksudkan sebagai upaya menjamin mutu guru agar tetap memenuhi standar kompetensi, diperlukan adanya suatu mekanisme yang memadai. Dan penjaminan mutu guru ini perlu dikembangkan secara komprehensif untuk menghasilkan landasan konseptual dan empirik melalui system sertifikasi.  Selain itu, sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi professional.
Adapun tujuan sertifikasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Wibowo (dalam E.Mulyasa:2007) sebagaimana berikut:
1.      Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan
2.      Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.
3.      Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrument untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.
4.      Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
5.      Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.
Sedangkan manfaat dari sertifikasi sebagaimana yang diungkapkan oleh E.Mulyasa (2007:35) adalah sebagai berikut:
1.         Pengawasan mutu
a.       Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan seperangkat kompetensi yang bersifat unik.
b.      Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan.
c.       Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu awal masuk organisasi maupun pengembangan karir selanjutnya.
d.      Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan profesionalisme.
2.         Penjaminan mutu
a.         Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya.
b.        Serifikasi menyediakan informasi yag berharga bagi para pelanggan yang ingin mempekerjakan orang dalam bidang keahlian dan keterampilan tertentu.

C.      Kompetensi Guru Pasca Sertifikasi
Survei yang dilaksanakan Persatuan Guru Repulik Indonesia (PGRI) mengenai dampak sertifikasi terhadap kinerja guru menyatakan bahwa kinerja guru yang sudah lolos sertifikasi belum memuaskan. Motivasi kerja yang tinggi justru ditunjukkan guru-guru di berbagai jenjang pendidikan yang belum lolos sertifikasi. Harapan mereka adalah segera lolos sertifikasi berikut memperoleh uang tunjangan profesi (Jawa Pos, 7/10/2009). 
Dari hasil survei tersebut memperkuat dugaan sebagian besar masyarakat bahwa program sertifikasi tersebut hanya sekedar formalitas belaka. Tujuan dari sertifikasi belum tertuju dengan semestinya. Kebanyakan guru masih bertujuan untuk memperoleh tunjangan profesi yang jumlahnya lumayan besar dan dilakukan dengan berbagai cara untuk mencapainya, baik dengan cara yang semestiya atau mengambil jalan pintas.
Kerja keras guru hanya terlihat saat mengikuti tes sertifikasi. Lain halnya pada waktu pasca sertifikasi, kemampuan dan kualitas guru sama saja. Dengan kata lain, dengan adanya atau tanpa sertifikasi, kondisi dan kemampuan guru sama saja. Mununjukan indeks statis tanpa ada peningkatan signifikan pada kualitas diri dan pembelajaran di sekolah.
Begitu banyak guru yang telah tersertifikasi sejak tahun berlaku 2006 hingga 2011 ini. dan yang menjadi catatan kritis yang mengacu dari proses sertifikasi selama ini yang perlu terus dikemukakan sebagai pengingat. Pertama, sertifikasi berpotensi menjadi komersialisasi sertifikat. Para guru hanya berorientasi pada selembar sertifikat/portofolio. Bahkan, para guru berani membayar berapa pun untuk ikut kegiatan seminar atau workshop pendidikan, meski hasilnya tak sesuai dengan harapan. Tujuan utama sertifikasi, yakni meningkatkan kualitas dan kompetensi guru, akhirnya memudar.
Kedua, bermunculan berbagai lembaga penyedia jasa seminar atau workshop yang tidak jelas. Mereka mencari para guru yang berorientasi pada sertifikat sebagai lampiran dalam portofolio. Bahkan, tidak sedikit lembaga penyedia sertifikasi instan yang memanfaatkan antusiasme guru yang berorientasi pada selembar sertifikat. Tapi, kegiatan riilnya tidak jelas.
Ketiga, selama ini sertifikasi guru hanya didominasi dan dimonopoli guru PNS. Sedangkan guru swasta cenderung dianak tirikan. Seharusnya, pemerintah bersikap adil dan tidak diskriminatif dalam kebijakan sertifikasi. Guru swasta mempunyai hak sama untuk mendapatkan sertifikasi guna meningkatkan kualitas dan kompetensi, juga tunjangan. 
Keempat, ternyata kebijakan sertifkasi bagi guru cenderung berorientasi pada harapan kenaikan tunjangan, bahkan sekadar formalitas yang ditunjukkan dengan sebuah portofolio. Kadang portofolio itu juga bermasalah dalam pengajuannya. Portofolio bisa saja dipermainkan oleh guru yang hanya mengejar kenaikan tunjangan. Dengan begitu, tujuan awal sertifikasi, yaitu menghasilkan standardisasi dan kualifikasi guru yang kapabel dan kredibel, pudar. Penilaian terhadap kualitas dan kompetensi guru yang diwujudkan dalam portofolio tersebut berpotensi subjektif. 
Kelima, sertifikasi guru yang berdampak pada kenaikan tunjangan ternyata belum berkorelasi positif dengan peningkatan kualitas pendidikan dan guru. Sertifikasi yang bertujuan standardisasi kualitas guru berubah menjadi ajang mendapatkan kenaikan tunjangan an sich. Sudah beberapa kali gaji tunjangan guru dinaikkan, tapi hasil dan kinerja mereka masih rendah saja. Uang miliaran rupiah yang dikeluarkan untuk program sertifikasi itu bisa sia-sia karena tak berbekas pada peningkatan kualitas pendidik dan pengajaran.
Melihat dari hal-hal diatas, maka perlu adanya perbaikan dari system program sertifikasi tersebut. Adapun menurut Hujair AH. Sanaky dalam makalahnya Kompetensi dan Sertifikasi Guru “Sebuah Pemikiran” menyarankan:
1.      Sasaran sertifikasi guru, harus bersifat obyektif. Sertifikasi dilaksanakan untuk semua guru, baik dari guru lama maupun calon guru, baik PNS maupun guru swasta, sehingga tidak terjadi kesenjangan di antara para guru. Dan pemberian sertifikat harus ditujukan kepada guru yang benar-benar berkompeten.
2.      Proses sertifikasi para guru sebaiknya ditangani oleh lembaga badan independen yang kompetensi dan obyektif. Semisal Lembagan Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang merupakan lembaga pendidikan tinggi yang mengembangkan ilmu pendidikan dan keguruan, memiliki kewenangan dan pengalaman dalam pengadaan tenaga kependidikan serta memiliki sumber daya manusia yang kompeten di bidang kependidikan dan non kependidikan. Lembaga tersebut harus didukung dengan berbagai sarana kependidikan seperti sekolah laboratorium, pusat sumber belajar dan lainnya.
3.      Agar sertifikasi itu dapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar, maka uji kompetensi dan sertifikasi harus dilakukan secara ”by proses” bukan secara “instan”. Artinya, bagi para guru yang berasal dari ”fakultas keguruan” sebelum diuji perlu disegarkan kembali pada aspek ”materi keilmuan”, ”keterampilan dan strategi mengajar”. Sedangkan bagi guru-guru yang berasal dari nonkependiddikan, sebelum uji kompetsnsi dan sertifikasi, perlu dilakukan pelatihan atau mengambil pendidikan profesi keguruan.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Sedangkan sertifikasi adalah proses pemberian setifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional.
Kompetensi guru pasca sertifikasi masih belum menampakkan perubahan yang signifikan bahkan lebih cenderung statis. Dari hal ini yang perlu dikritisi dari penyelenggaraan program sertifikasi selama ini yakni: [1]. Sertifikasi berpotensi menjadi komersialisasi sertifikat. [2]. Bermunculan berbagai lembaga penyedia jasa seminar atau workshop yang tidak jelas. [3]. Selama ini sertifikasi guru hanya didominasi dan dimonopoli guru PNS. [4]. Kebijakan sertifkasi bagi guru cenderung berorientasi pada harapan kenaikan tunjangan, [5]. sertifikasi guru yang berdampak pada kenaikan tunjangan ternyata belum berkorelasi positif dengan peningkatan kualitas pendidikan dan guru.
Untuk pemerbaikan system penyelenggaraan program sertifikasi guru maka dalam penyelenggaraannya harus bersifat obyektif dan selektif serta di selenggarakan oleh lembaga badan independen yang benar-benar berkompetensi. Dan untuk kejelasan kompetensi yang dimiliki guru, perlu dilakukan dengan cara by proses bukan secara instan.

Oleh: Almas Akbar 

DAFTAR PUSTAKA
E.Mulyasa. 2007. Standar kompetensi dan sertifikasi guru. Bandung: PT. Rosda Karya
Hamalik Oemar. 2002. Pendidikan Guru. Jakarta: Bumi Aksara
Muslich. Mansur. 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta: Bumi Aksara


[1] E. Mulyasa, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007) hal.26
[2] Ibid,.
[3] Ibid,. hal. 34

3 komentar:

Unknown mengatakan...

A

Unknown mengatakan...

CERITA KISAH SUKSES SAYA JADI PNS

Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan saya seorang guru honorer di Kalimantan , saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar di SD NEGERI 009 di banjarmasin mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya 0853-2174-0123 dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk DR HERMAN M.si No Hp 0853-2174-0123. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wb..

PT INPROFIT mengatakan...

PT INPROFIT Adalah Program Investasi Dengan modal minimal Rp 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) dalam Waktu 7 Hari dengan Komisi 10%,
diterima setiap 7 Hari 10% Plus Dana Awal dan akan langsung ditransfer ke rekening anda.
jadi total dana yang akan anda terimah dalam 7 Hari Modal+Profit Rp 1.100.000,00
Program ini ditujukan bagi masyarakat indonesia yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan untuk keperluan yang positif
Makin banyak yang anda investasikan makin besar pula profit yang anda terima.
Segerah bergabung bersama WWW.INPROFIT.ID